Beasiswa Cinta

Meja di sudut ruang tamu itu menjadi saksi bisu. Redupnya lampu bolham seakan tak menggubris perseteruan mereka. Hujan pun tak mampu meluruhkan hati Badrul, tetap teriris sembilu. Sementara itu Reni hanya bisa menangis dan pasrah.

“Sudahlah Drul, kamu bukan takdir anak saya,” kata pak Zen, orang tua Reni dengan nada agak keras. Pak Zen menunjuk-nunjuk ke arah Badrul sambil berdiri. Hati Badrul yang remuk. Reni tak tega melihat perlakuan papanya pada pria pujaan hatinya.

“Terima kasih,” jawab Badrul sambil berdiri hendak bersalaman untuk pamit. Namun, tangan pak Zen menepisnya.

Gambar Ilustrasi: Fimela.com

Badrul memandangi Reni dengan linang air mata, tanpa kata-kata. Ia segera pergi meninggalkan Reni, menembus hujan deras menghujam.

Reni tak kuasa menatap kepergian Badrul dengan derai air mata, membanjiri lesung pipit pipinya yang lembut. Sesekali menyeka air mata. Tangisnya sesegukan. Ia terus menatap kepergian Badrul melawan hujan badai. Badrul hilang ditelan guyuran hujan di belokan beberapa meter di ujung jalan.

“Reni, papamu bermaksud baik. Itu untuk masa depanmu. Mama dan papamu khawatir itu,” bujuk mama Reni menghampiri di kamarnya.

“Ma, cinta tulus tak memandang itu. Mama juga lupa, bahwa dulu kalian juga bukan orang kaya seperti sekarang?” bela Reni sambil bangun dari tidurnya.

“Maafkan mama, Reni.” jawab Venica, mamanya. Mamanya memeluk erat Reni.

******

Badrul harus kalah dengan gigil tubuhnya. Ia berteduh di pos kamling. Tidak jauh perumahan tempat tinggal Reni. Perumahan Kauman Regency.

Badrul memeluk angan bersama Reni. Mengenang setahun lalu, ketika pengumuman lulusan sekolah. Mereka berjanji akan bersama. Reni melanjutkan ke Fakultas kedokteran di kota tempat tinggalnya, Yogyakarta. Sementara, Badrul berasal dari desa sisi selatan, kota itu.

Peristiwa setahu lalu itulah yang selalu menggenangi jiwa dan hati Badrul. Ketulusan Reni selalu membayangi dalam setiap kesendiriannya.

Memang, selama ini mereka merasahasiakan hubungan yang terjalin. Selama ini pula, Badrul tidak pernah ke rumah Reni. Meski Reni sudah beberapa kali ke rumah Badrul dan memahami keadaan keluarga Badrul.

******

Dua hari berlalu. Tak ada kabar dari Badrul. Reni gelisah. Badrul menenangkan diri di kampungnya. Perasaannya juga hancur berkeping, berserakan di teras rumah Reni. Pil pahit harus ia telan dengan hujaman perkataan papa Reni.

“Bang, ada kecelakaan di depan balai,” teriak Kevin. Kevin adalah tetangga Badrul. Dengan sigap Badrul menuju balai desa. Sekira berjarak 300 meter dari rumahnya. Balai desa terletak di jalan kecamatan. Sementara rumah Badrul harus masuk jalan kecil, berada di sekitar area persawahan.

“Innalillahi, Drul, kamu ikut ke rumah sakit dengan supir ambulance desa,” kata pak Kades.

“Iya pak,” jawab Badrul.

Pak Kades dan Badrul mengantar korban, yang mengalami kecelakaan tunggal itu. Kemudian, petugas polsek menghubungi keluarganya, berdasarkan alamat KTP korban.

“Kita tunggui di ruang UGD,” kata pak Kades. Badrul mengangguk.

“Papa….,” tiba-tiba dari bali pintu UGD. Berlari menuju korban yang masih pingsan berlumur darah.

“Reni, ..ini papa?” kata Badrul dari belakang Reni setelah mengurus tebusan obat.

Reni menoleh ke belakang dan memandangi Badrul dengan derai air mata. Tak sanggup berkata-kata lagi. Ia segera bersujud di kaki Badrul.

“Mas, makasih mas. Iya ini papa. Ia hendak ke pantai selatan, mengunjungi koleganya,” kata Reni. Sementara itu, mamanya, Venica tersipu malu. Melihat tingkah Reni.

Setelah tindakan di UGD, pasien segera dilanjutkan untuk dirawat di ruang paviliun, setelah penanganan awal selesai.

Setelah siuman, Pak Zen ingin memberikan ucapan terima kasih kepada yang menolongnya.

“Oh, nak Badrul?” sambil menangis, ia memeluk Badrul. Tak menyangka, ia akan ditolongnya. Reni menceritakan semua yang terjadi.

Pak Zen berkaca-kaca mendengar cerita Reni. Bahkan, pak Zen dengan bulat memberi hadiah beasiswa kepada Badrul, melanjutkan kuliah di kedokteran, menemani si Reni, anak semata wayangnya.

Badrul menangis tersedu. Bersujud syukur mendapat karunia Allah itu. Berkali-kali ia berterima kasih kepada papa Reni, juga mamanya. Badrul berjanji akan menempuh kuliah sungguh-sungguh dan menjaga Reni.

Suasana ruang paviliun menjadi haru. Pak Kades juga ikut senang, si Badrul mendapat beasiswa itu. Sebagai paman, ia juga mengucapkan terima kasih.

“Makasih pa,” kata Reni. Badrul dan Reni tersenyum. Tangan mereka tak bisa dilepaskan. Seakan satu mata rantai yang bertautan.

Pak Kades izin pulang. Sementara Badrul dan Reni sibuk mengurusi tebusan obat yang direkomendasi dokter yang menanganinya.


Pengarang: Ali Hasojo

Cerpen Terbit di: Antologi No Baper 

Penerbit: Pustaka Media Guru

9 comments for " Beasiswa Cinta"

  1. Selamat untuk Badrul yang dapat Beasiswa Cinta....

    ReplyDelete
  2. Mantap pak Alee selalu menginspirasi saya, begiru banyak waktu untuk menuangkan ide setiap hari baik di blog senduri maupun gurusian , keren pak Alee

    ReplyDelete
  3. Terharu 😭😭😭.
    Suguhan pagi yang mengharu biru. Tak lanjut masak dulu tretan...

    ReplyDelete

Tinggalkan komentar Sahabat sebagai saran dan masukan yang sangat berharga untuk tetap belajar dan berbagi. Terima kasih atas kunjungannya.