MERDEKA BELAJAR MEWUJUDKAN KEBAHAGIAAN BAGI GURU DAN SISWA

MERDEKA BELAJAR MEWUJUDKAN KEBAHAGIAAN BAGI GURU DAN SISWA

Eviliana Pakpahan, S.Pd

Pengembangan kurikulum tidak menganut filosofi tunggal. Pengembangan kurikulum di Indonesia tetap berpegang pada tut wuri handayani, ing madya mangun karso, dan ing ngarso sung tulodo. Filosofi Bapak Ki Hajar Dewantara ini, masih relevan sampai saat ini, memasuki revolusi industri 5.0. Menurut Beliau guru harus mampu meletakan kemerdekaan dalam mendidik anak –anak. Anak yang jiwanya merdeka, tidak merasa tertekan dalam belajar, merasakan kenyamanan dalam dunia pendidikan akan sangat berpengaruh pada semangat dan minat anak dalam belajar. 


Begitupun guru, sebagai pendidik, orang yang ditiru dan di guguh, harus memiliki “kebebasan”dalam arti tidak terlepas dari filosofi Bapak Ki Hajar Dewantara dalam berinovasi, berkreasi, menciptakan pembelajaran khususnya pada kurikulum merdeka saat ini yang tidak di bebani dengan banyaknya birokrasi –birokrasi dalam managemen pendidikan.

Pengembangan kurikulum merdeka saat ini tidak terlepas dari pendekatan sejarah untuk memantapkan keberhasilan yang sudah ada dan memperbaiki kesalahan cara mengajar dan mendidik yang pernah terjadi dalam suatu lingkup Kurikulum sebelumnya.

Penggunaan kurikulum saat ini perlu diarahkan pada pengembangan moralitas akademik dan sikap ilmiah yang dapat mewujudkan akhlak mulia yang berpihak pada murid.

Untuk dapat menciptakan kebahagian mengajar dan belajar pada guru dan siswa, sebagai pendidik dan pelaku pendidik harus memahami terlebih dahulu, bagaimana mensinergikan kurikulum yang dapat “memerdekakan” guru dan murid dalam arti yang seluas-luasnya.

Kurikulum harus didesain dari berbagai sudut baik vertikal maupun horizontal. Horizonta artinya berhubungan dengan ruang lingkup dan integrasi, dimana kegiatan pada suatu mata pelajaran harus diatur agar bisa berdampingan dengan mata pelajaran lain.Dan mata pelajaran yang diperoleh murid dalam kurikulum tidaklah berfokus pada kuantitas, namun pada kualitas mata pelajaran yang disesuaikan dengan bakat dan minat murid serta kebutuhan dalam perkembangan zaman.

Sedangan pelaksanaan pengajaran vertikal artinya harus dihubungkan dengan pengaturan urutan dan kesinambungan yaitu penempatan kegiatan pembelajaran secara bertahap, bertambah, berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan murid dan tuntutan keilmuan. Disinilah Kurikulum dapat memegang peranan bahwa kurikulum merdeka harus jelas menekankan pada basis mata pelajaran, peserta didik atau permasalahn sosial. Maksudnya sebagai pendidik dan pengajar, guru harus terlebih dahulu memahami arah kurikulum merdeka yang diterapkan saat ini sehingga pengajar dapat menghindari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konsep-konsep abstrak dan jauh dari kemampuan peserta didik. Artinya bahwa kurikulum dan pembelajaran harus memiliki hubungan nyata dengan peserta didik. Peserta didik harus dilibatkan dalam setiap kegiatan pada displin ilmu yang saling bersinergi.Hal inilah yang mestimulus murid sebagai peserta didik tertarik dan berinovasi kreatif dalam mempelajari dan mengembangkan bakat murid. Ketika hal ini sudah tercipta maka guru berfungsi sebagai mediator dan motivator dalam proses belajar dan mengajar.

Kiblat dari kurikulum yang menyenangkan baik pada guru dan murid harus melibatkan pembelajaran yang juga melibatkan siswa dalam berinteraksi sosial, keinginan bertanya, keinginan membangun makna dan keinginan berkreasi yang menekankan pada  sifat - sifat alami anak dalam mengembangkan kurikulum.

Kementrian pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan sudah lebih dari 140.000 sekolah yang menerapkan kurikulum merdeka pada tahun ajaran 2022-2023. Namun yang masih terjadi saat ini adalah, penerapan proses pendidikan masih lebih fokus pada keberhasilan pendidikan yang berfokus hanya pada terlaksananya tema dalam suatu event atau kegiatan besar yng bersifat euforia semata, namun belum melibatkan murid epenuhnya dan tidak memunculkan kreasi, inovasi, dan penanaman ahklak pada siswanya.

Hal ini terjadi karena minimnya pemahaman sekolah, guru dan tenaga kependidikan dalam menerapkan kurikulum merdeka yang “menyenangkan”. Sulit membuka paradigma baru  berinovasi dalam belajar mengajar dengan menggunakan model – model pembelajaran yang menarik dan inovatif. 

Menurut Edgeworth pendidik harus mendorong anak belajar melalui penemuan murid, mereka harus berpikir dan untuk menarik perhatian anak bersemangat dalam belajar, kita  harus mengikuti  sesekali langkah  zig zag mereka. Guru harus mampu bermetamorfosis menjadi guru fasilitator dan motivator,cerdas, kreatif dan menyenangkan.

Praktik Edukasi menjadi unsur penting dalam pendidikan kurikulum merdeka yang berpusat pada anak. Sebagai pendidik kita harus mampu menciptakan hubungan antara guru dan murid berdasarkan azas saling menghormati, menciptakan kenyamanan dan menghindari sikap funishment pada murid di saat mereka memperlihatkan suatu tindakan atau pemikiran yang tidak sesuai pada pembelajaran dan penanaman karakter anak

Jika kemerdekan belajar dapat terpenuhi, maka akan terciptalah “pembelajaran yang merdeka” dalam “sekolah yang merdeka” yang dimulai dari keluarga, sekolah dan sosial masyarakat yang melibatkan pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua dan murid sebagai suatu sinergitas yang mewujudkan tujuan pendidikan nasional, penguatan profil pelajar pancasila yang mampu bersaing di masa depan.

 

Eviliana Pakpahan, S.Pd, lahir di Medan pada 17 Juli 1979 dan sekarang menetap di Sangatta Kutai Timur – Kalimantan Timur. Menyelesikan pendidikan terakhir di jenjang Strata-1 Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Negeri Medan. Memulai karier sebagai guru sejak tahun 2002 di sekolah Perguruan Buddhist Bodhicitta dan Husni Thamrin Medan dari tahun 2002 – 2006 dan sekarang mengajar sebagai guru PNS di SMP Negeri 3 Sangatta Utara dari tahun 2010 sampai sekarang.

 


Post a Comment for "MERDEKA BELAJAR MEWUJUDKAN KEBAHAGIAAN BAGI GURU DAN SISWA"