Simulasi Pancasila Sila, Belajar dan Bermain Peran sebagai Antisipasi Perundungan

 

Simulasi Pancasila Sila, Belajar dan Bermain Peran sebagai Antisipasi Perundungan

Eriza Hasel

 

Pelajar, sebagaimana mereka adalah aset bangsa ini, yang akan menentukan warna dan harga bangsa di mata dunia nanti. Tentunya memerlukan sebuah konsep yang jelas dalam mencetak generasi yang akan mengangkat dan menjaga martabat bangsa ini. Banyak sudah cara yang di lakukan untuk membuat pelajar kita memiliki karakter yang baik, beradab, beretika untuk mewujudkan cita-cita bangsa yang tertuang dalam UUD 1945.

Kembali pada makna pendidikan adalah mengubah dari yang tidak tau menjadi tau, yang tidak bisa menjadi bisa, yang tidak bagus menjadi bagus, yang tidak baik menjadi baik. Pastinya hal ini bukan perkara yang mudah untuk kita terapkan dalam prosesnya. Karena pendidikan yang baik, bukan hanya sebatas angka-angka fantastis belaka di rapot siswa, tapi lebih ke terbentuknya karakter pelajar kita yang kelak akan berkompetensi dengan generasi lainnya.

Pancasila, sebagai ideologi bangsa ini sudah merangkum nilai-nilai karakter dalam pembentukan anak bangsa ini sejak lama. Butir-butir Pancasila yang berjumlah 44 butir adalah rangkuman karakter yang jika di terapkan dengan baik, dengan mekanisme yang sistematis dan tetap mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan maka hasilnya juga akan sangat bagus. Pastinya ini tak bisa dikerjakan sendiri atau diserahkan pada satu pihak saja, namun perlu dukungan, kerjasama semua pihak dari level paling bawah hingga level yang tertinggi.

Pada dasarnya nilai-nilai Pancasila itu mencetak roll mode bagi setiap masyarakat.Orang yang satu akan menjadi cermin bagi yang lainnya. Jika masyarakat sendiri sudah hidup dengan nilai-nilai yang ada dan benar-benar menjadi pribadi yang Pancasilais, itu juga akan memberikan efek pada lingkungan di mana ia berada. Yang pasti akan sangat berefek pada keluarganya, dan pastinya ke anak-anaknya.

Maka akar dari permasalahan perundungan ini adalah ketika pola asuh anak di rumah yang tak mengedepankan nilai-nilai dan norma yang tertanam dalam Pancasila dengan baik, tidak dengan  pembiasaan karakter yang Pancasilais. Maka anak pun akan membawa kebiasaan ini kedalam lingkungan dimana ia berada. Tentu saja kita sering terlambat menyadari hal ini, baru ketika masalah terjadi, kita baru mencari solusi yang tidak mencapai akar masalah.

Jika setiap orang tua merasa bertanggung jawab pada karakter anak yang memiliki nilai Pancasila, maka dirumahpun pastinya ada konsep yang jelas untuk penerapan nilai tersebut pada semua anggota keluarga.Kita perhatikan beberapa contoh yang ada di masyarakat, bahwa pendidikan tinggi itu tak bisa menjamin bahwa seseorang pasti memiliki karakter dan adab yang sama tingginya dengan sekolahnya.Jelas, karena nilai Pancasila itu ada korelasi yang jelas dengan contoh dan pembiasaan yang berasal dari rumah. Jika di sekolahpun anak tidak terbiasa memegang norma dan adab yang baik, Sehingga seolah tidak ada korelasi antara ilmu dengan adab. Padahal sejatinya orang berilmu juga identik dengan orang yang punya adab, meskipun aktualnya tak semua seperti itu.

Tak bisa dibantah, peran lingkungan juga besar dalam membentuk karakter setiap anak. Meskipun kontribusi keluarga paling besar. Lingkungan atau envirotmen inilah yang juga harus dilibatkan ketika kita ingin mencetak anak bangsa yang bisa mengamalkan nilai-nilai pada butir-butir Pancasila. Jika masyarakat  yang ada pada lingkungannya mendukung terbentuknya karakter tersebut, maka akan dapat kita pastikan betapa nyaman dan aman generasi tumbuh dan berproses menjadi manusia yang Pancasilais. Maka tugas lingkungan juga mengenalkan pada anak-anak yang ada di sekitarnya nilai-nilai Pancasila itu seperti apa dan bagaimana cara mewujudkannya dalam keseharian mereka.

Lingkungan yang paling dekat setelah rumah adalah sekolah. Dan peran sekolah sangat penting dalam membentuk pembiasaan siswa dalam mengamalkan butir - butir Pancasial ini. Ditambah lagi di sekolah memang ada hubungan pendidikan yang Causalitas, sebab akibat dengan nilai rapot, maka siswa pun akan lebih termotivasi untuk mejadi lebih baik, karena ada target yang akan ia capai dan ada kebanggaan bila ia menjadi yang terbaik di sekolahnya.

Belajar dari konsep ini pada siswa, maka guru dan siapapun yang terlibat di dalam dunia sekolah sebagai lingkungan anak, pastikan bahwa mereka juga bisa menjadi roll mode, contoh yang tak kalah besar pengaruhnya bagi siswa, karena sebagian besar waktunya di habiskan disekolah bersama guru dan teman-temannya. Guru pun diharapkan membawa nilai-nilai Pancasila dalam kesehariannya agar siswa lebih mudah mencontoh dari sikap dan tingkah lakunya. Apapun kegiatan siswa, dari awal kehadirannya di sekolah hingga tiba waktu pulang,  yang berkaitan dengan pembentukkan karakter siswa, memang idealnya setiap orang bisa  menjadi contoh untuk mereka, dengan sikap yang mencerminkan nilai-nilai pada butir setiap sila .Pastikan fungsi pengawasan tetap berlaku pada siswa dan korelasi pengawasan ini disatukan dengan nilai-nilai rapotnya sebagai barometer kemajuan siswa.

Untuk mengenalkan kepada orang-orang dalam lingkup sekolah, termasuk para siswa bisa dengan metode lama, dengan permainan simulasi P4. Dalam simulasi, ini setiap orang dikenalkan dengan berbagai permasalahan yang terjadi di masyarakat yang solusinya mencakup 44 butir yang ada. Permainan simulasi ini akan sangat menyenangkan bagi pesertanya, karena setiap mereka akan mendapakan peran masing-masing, seperti menjadi nara sumber, fasilitator dan tokoh dari setiap kisah yang ada di kartu permainan. Belajar sambil bermain peran, dimana narasumber akan membuat sebuah kesimpulan berupa solusi permasalahan dengan menariknya dalam satu kesimpulan pada setiap butir diantara 44 butir Pancasila.

Maka dapat dibayangkan, jika siswa dilibatkan  bermain peran ini dengan sungguh-sungguh, dengan tema seputar dunia mereka antara lain, kasus perundungan, tawuran  diantara pelajar, juga kasus narkoba. Dari sini akan kita lihat bagaimana seorang anak bisa berpikir dan menyikapi masalah dengan segala kemapuan yang dia miliki. Baik berupa informasi, ide dan ilmu. Dan ketika mereka berhadapan nanti dengan kejadian yang nyata di seputar mreka, akan dapat kita pastikan mereka akan mengingat solusi dalam permainan simulasi yang pernah mereka mainkan. Dengan begini, secara tidak langsung kita sudah  mendidik mereka berpikir dan bersikap  dewasa dengan nilai yang ada pada butir Pancasila. Mereka yang kebagian peran akan juga belajar memerankan tokoh dengan sungguh-sungguh, dan di harapkan juga mereka mau menghafal butir-butir Pancasila untuk di gunakan sebagai solusi dari masalah yang ada.

Jika materi bermain peran ini dimasukan dalam kurikulum mata pelajaran Budi Pekerti dan di akumulasi sebagai barometer pencapaian karakter siswa, maka akan banyak siswa yang terselamatkan dari perundungan, karena nilai-nilai Pancasila mulai tertanam dalam jiwa mereka.

Siswa yang suka melakukan perundungan ini, biasanya karena ada sesuatu yang salah dalam pola fikir ataupun pola asuh yang jadi kebiasaan buruknya. Maka kebiasaan buruk ini akan perlahan terkikis, ketika siswa diajak berpartisipasi dalam permainan simulasi butir-butir Pancasila.

Kita bisa jadikan permainan simulasi ini dirumah sebagai bagian dari kegiatan quality time bersama keluarga. Seperti halnya kita bermain ular tangga, dengan dadu dan lembaran kertas untuk bermain, maka begitu pula perangkat yang kita sediakan dalam permainan simulasi ini. Tema tiap kertas bisa kita buat berbeda. Sesuai dengan apa yang akan kita ajak keluarga untuk bermain peran. Pastikan materinya bisa kita ambil dari hal yang nampak sederhana dan umum, sehingga semua anggota keluarga atau kelompok yang ikut bermain mudah mencernanya.

Permainan dibuat dengan suasana yang menyenangkan, jika perlu peserta bisa menggunakan atribut yang relevan dengan tokoh yang ia perankan. Permainan simulasi dibuat dengan batasan waktu agar permasalahan tidak melebar dan solusi berupa rangkuman ke butir Pancasila dapat segera di simpulkan.

Permainan simulasi ini bisa diterapkan disemua strata sosial yang membutuhkan, baik dikomunitas Pendidikan, hingga dimasyarakat pedesaan. Kita cukup mengubah temanya, disesuaikan dengan permasalahan yang sedang terjadi, maupun unuk antisipasi masalah sebelum terjadi. Juga berfungsi sebagai media informasi untuk hal-hal yang dibutuhkan oleh satu komunitas.

 

Profil Penulis

ERIZA HASEL, nama lengkapnya dan Bu Dede adalah nama Penanya. Lahir pada tanggal 19 Mei 1968 di Dabo Singkep, Riau Kepulauan. Ia adalah seorang Ibu Rumah Tangga, juga seorang ASN di SMP Negeri 1 Sijuk dengan jabatan Kepala Staff Administrasi. Aktivitas sehari-hari selain bekerja, beliau aktiv di Kegiatan dawah, menjadi mediator Pondok Tahfidzh Putri Baitul Quran dan memberikan kontribusi dalam beberapa komunitas. Ia adalah alumni D.2 Universitas Terbuka Jurusan Manajemen Perpustakaan Tahun 2009.lainnya.

Buku yang pertama ditulis adalah CAHAYA HATI BUNDA, 7 Aspek Pendidikan Anak Secara Islami, yang diterbitkan oleh Elexmedia Kompotindo pada tahun 2016. Mulai suka menulis sejak SMA dan mengeluti dunia literasi dengan mengirimkan naskah ke majalah dan tabloid.

Saat ini mulai menulis antologi dibeberapa grup menulis dan menulis artikel untuk tabloid daerah. Spesifikasinya adalah dunia parenting.

E-mail: erizahasel897@gmail.com

IG: bu.dede

Fb: Bu Dede

Post a Comment for "Simulasi Pancasila Sila, Belajar dan Bermain Peran sebagai Antisipasi Perundungan"